Rabu, 21 Mei 2014
Minggu, 18 Mei 2014
[Subliminal] Puisi Isi Ilusi
Hari ini saya membenci
Membenci eksistensi diri ini
Ini pribadi yang terlalu banci
Terlalu banci untuk mengakui kebancian
Kebancian yang terganti kebencian
Kebencian akan kebencian terhadap kebancian
Petang ini indah, sayang hati gundah
Gundah bukan masalah hati, tapi tentang gerah berhati-hati
Hati-hati yang berhati-hati sampai makan hati sendiri
Sendiri tak berani, tapi berdua ingin mati
Mati tak bilang, hidup bilang sayang
Sayang, apa jangan-jangan kita cuman bayangan?
Biar nyata atau fiktif, semua kata menjadi destruktif
Destruktif tapi esensial, semoga saja tak bikin sial
Sialnya, kadang artifisial, kadang natural
Natural seindah koral, bikin yakin semua mungkin
Mungkin juga bukan natural namun artifisial
Artifisial macam diramal: terpaksa percaya semua hal
Lalui masa sebelum jadi masa lalu
Masa lalu yang tak hanya bikin malu tapi juga pilu
Pilu bagai dipaku palu
Lalu,
masa lalu siapa yang bersembunyi di akhir cerita?
Membenci eksistensi diri ini
Ini pribadi yang terlalu banci
Terlalu banci untuk mengakui kebancian
Kebancian yang terganti kebencian
Kebencian akan kebencian terhadap kebancian
Petang ini indah, sayang hati gundah
Gundah bukan masalah hati, tapi tentang gerah berhati-hati
Hati-hati yang berhati-hati sampai makan hati sendiri
Sendiri tak berani, tapi berdua ingin mati
Mati tak bilang, hidup bilang sayang
Sayang, apa jangan-jangan kita cuman bayangan?
Biar nyata atau fiktif, semua kata menjadi destruktif
Destruktif tapi esensial, semoga saja tak bikin sial
Sialnya, kadang artifisial, kadang natural
Natural seindah koral, bikin yakin semua mungkin
Mungkin juga bukan natural namun artifisial
Artifisial macam diramal: terpaksa percaya semua hal
Lalui masa sebelum jadi masa lalu
Masa lalu yang tak hanya bikin malu tapi juga pilu
Pilu bagai dipaku palu
Lalu,
masa lalu siapa yang bersembunyi di akhir cerita?
17:30
Pasar Baru, Jakarta
at
03.40
Langganan:
Postingan (Atom)