Jumat, 21 Juni 2013

[Mimpi Semalam] Vampir dan Kawan Idola



Kami berempat. Saya lupa siapa saja. Satu yang saya ingat adalah Kevin Malone dari The Office (ah saya terlalu banyak menonton), dia menjadi teman baik saya. Kami di dalam sebuah perjalanan menuju suatu tempat yang katanya menarik. Sesampainya di sana, kami menemukan sebuah rumah kayu. Ruangannya sempit tapi bertingkat hingga entah berapa lantai. Sesaat pintu terbuka, tangan Kevin digigit sesuatu. Mahluk aneh itu tidak terlihat. Kevin pun berteriak sebentar. Kami curiga dia telah menjadi vampir. Tapi anehnya Kevin tidak takut sama sekali. Dia malah menakut-nakuti kami bertiga. Dia berkali-kali ingin menyentuh saya karena kami percaya bila bersentuhan dengan kulitnya kami semua akan menjadi vampir juga.
       Kami pun berlarian dengan panik sambil berteriak histeris. Naik tangga, turun tangga, lompat gedung, kebut-kebutan, sampai akhirnya kami mencapai sebuah jembatan magis. Sepertinya di balik situ mengalir air yang mengandung emas (ada ya?). Kami terkesima dan sesaat melupakan insiden kejar-kejaran vampir. Kami pun lupa Kevin di mana dan bagaimana nasibnya. Belum cukup waktu untuk mencerna, adegan mendadak berubah.

       Kali ini saya sedang berjalan menyusuri pinggiran sebuah bangunan. Bangunan itu tidak terlalu berbeda dengan yang tadi. Terbuat dari kayu, namun sepertinya lebih besar. Dan bagian terbaiknya adalah: saya sedang berjalan sambil berbincang dengan M dari grup J (ah, saya malu menyebutnya)! Kami tampak akrab. Bukan pacar, atau teman baik, atau saudari, tapi seperti kawan baru yang langsung klop. Saya ingat betul ekspresinya, tatapan matanya, geraian rambutnya. Semua begitu intim. Interaksi antara kami tidak terhalang layar kaca, kertas foto, atau papan billboard. Mata kami seperti saling memperkosa untuk membaca pikiran.
       Kami berbicara mengenai bagaimana dia bisa menghadapi jadwal yang ultra-padat. Yang paling saya ingat adalah: "Iya, masih sibuk kuliah." Kalimat itu membuat saya merasa sangat dekat, seperti kami terhubung secara batiniah. "Sudah ya, teman-teman saya sudah di sini", katanya sambil berjalan menjauh mendekati gerombolan kawan-kawannya. Sekali lagi kami bertukar pandang untuk terakhir kalinya. Saya pun meneruskan perjalanan ke dunia nyata.
       Ah, intimasi itu indah sekali.

Selasa, 18 Juni 2013

[Mimpi Semalam] Ramalan Pertemuan

Mungkin ini salah satu pengalaman spiritual paling menarik seumur hidup saya. Tidak mengandung pencerahan, kata mutiara, atau pun ilustrasi moralis, tapi hanya percumbuan minim nan romantis antara alam bawah sadar dan kekuatan semesta. Berlebihan? Ah mungkin Anda saja yang kekurangan.
          Jadi begini. Hampir saja saya mengeluh akan tema mimpi yang tidak jauh berbeda: reuni. Bukan perhelatan resmi pretensius yang dipenuhi wajah-wajah familiar tapi asing. Kali ini reuni intim dengan sobat lama saya. Saya benar-benar lupa dengan tempat dan adegannya. Tapi yang saya ingat, saya sedang berjalan di abstraksi spasial dan berpapasan dengan kawan akrab yang hampir tidak terhubung samas sekali 2 tahun belakangan ini. Sebut saja AB.
        Saya terkejut sekali melihatnya setelah terpisah lama. Dia menggunakan polo shirt coklat kalau tidak salah. Kemudian kami berbincang. Saya lupa awalnya. Tapi yang saya ingat adalah pertanyaan dari saya: "How is the business?". Sepertinya merujuk pada karir atau pekerjaannya. Anehnya dia tidak menjawab. Bahkan perlahan berjalan menjauh. Tampaknya dia enggan masalah terkait pekerjaannya ini diketahui orang lain. Berakhirlah pertemuan sederhana itu. Terlalu cepat, tapi sangat intim. Hingga saya ingat betul ekspresinya.
        AB,  sekitar 2 tahun yang lalu, meninggalkan Indonesia untuk bersekolah di Eropa. Sejak dia ke sana, komunikasi kami makin terkikis. Hingga sekarang dia sudah pulang, kami nyaris tidak berkontak atau berusaha melakukan kontak. Sebagai orang yang tidak memiliki banyak teman, ini adalah kehilangan besar bagi saya. Seperti itu lah kira-kira.
        Hari berikutnya saya memiliki rencana untuk mengantarkan teman saya yang lain ke Ratu Plaza. Dia meminta tolong semalam sebelumnya. Sebenarnya ajakan ini agak merusak agenda skripsi saya. Tapi setelah saya pikir-pikir: "Skripsi? Yakin?", lantas Ratu Plaza menjadi prioritas. Pergilah saya membangkang dari jadwal saya. Di sana kami mencari semacam aksesoris elektronik. Ketika keluar dari salah satu toko, mimpi saya berlanjut: AB di situ! Kami berbincang sebentar, bertukar sapa dan keterkejutan.
          Ah, siapa sangka mimpi malam ini berlanjut di dunia nyata. Rasanya... seru sekali. Seakan berbicang dengan semesta layaknya sohib kental sambil sesekali menyeruput teh melati hangat di puncak bukit Cikunir Dieng dalam rangka menunggu matahari terbit. Mungkin sepele, tapi tidak pantas dilecehkan.

Jumat, 14 Juni 2013

[Mimpi Semalam] Reuni Kuliah dan Lomba Lari GPS

Ada apa sih dengan reuni? Kenapa selalu muncul di dalam mimpi saya beberapa kali? Apa karena saya terlalu jauh dengan lingkar sosial sehingga alam bawah sadar saya mengatakan kalau sebenarnya saya rindu dengan hangatnya pertemanan? Apalah artinya foto cantik profil digital, biografi singkat yang dikeren-kerenkan, atau jumlah teman yang sebenarnya bukan teman tapi hanya tokoh yang pernah kenal? Kadang saya membenci ketidakmampuan saya bersosialisasi walau di sisi lain saya merasa tidak begitu membutuhkan banyak teman. Komplikasi kontradiktif, seperti kebelet berak di saat lapar melanda. Kalau berak duluan nanti tambah lapar, kalau makan duluan nanti tainya keluar kurang bijak.
         Jadi begini, semalam saya berada di sebuah gedung misterius di lantai teratas. Kali ini saya berada di reuni akbar Advertising UI, di mana semua alumni dari angkatan berapa pun hadir. Anehnya, wajah-wajah yang terekspos bukanlah orang-orang yang saya kenal betul, tapi justru entah siapa dari angkatan berapa. Tiba-tiba saya ditantang balap lari dengan salah satu peserta reuni. Lomba lari ini diadakan di dalam gedung, dengan menggunakan GPS dari smartphone masing-masing. Dimulai di lantai atas, hingga turun beberapa lantai.
     Awalnya saya memimpin di depan. Saya melompati meja, menggulingkan diri di tangga, mendorong orang yang menghalangi lari cepat saya. Seru sekali. Sampai akhirnya saya tidak sengaja menjatuhkan smartphone entah di mana. Brengsek! Saya kehilangan arah! Saya tidak tahu harus ke mana hingga akhirnya saya kalah. Walau begitu, sesungguhnya saya lebih merasa sedih karena saya tidak tahu smartphone saya di mana. Untungnya mimpi saya memiliki akhir bahagia, smartphone saya ditemukan dan saya kembali bergabung di tengah acara reuni yang memakan 2 lantai itu: atas untuk berkumpul, bawah untuk makan.
           Oh iya, di tengah antrian, saya bertemu dengan salah satu mitra kerja yang baru bersatu dalam tim beberapa waktu lalu di realitas. Saya juga baru tahu kalau dia satu almamater setelah melakukan sebuah presentasi pitch. Dia angkatan 2001 kalau tidak salah. Kemudian saya menanyakan mengenai hasil tender proyek tersebut. Saya lupa jawabannya, tapi kalau tidak salah tidak bilang belum ada info lebih lanjut. Baiklah.
           Seperti biasa, saya terbangun dengan perasaan benci dan penuh perenungan. Kenapa saya terlalu terikat dengan smartphone saya? Kenapa saya tidak bisa menjalin hubungan baik antar manusia? Setiap hari saya semakin yakin kalau hidup saya akan berakhir dengan sedih tanpa handai taulan di samping saya. Born, live, and die alone. Hah, kenapa? Kenapa, kenapa, kenapa? Saya jadi ingat salah satu pembeda orang yang dominan dengan otak kiri dan kanan: otak kiri cenderung membuka masalah dengan pertanyaan bagaimana, otak kiri dengan kenapa? Kadang saya berharap lebih memakai otak kiri, tampaknya mereka orang-orang yang lebih positif dan penuh solusi, bukan penyesal dan pembenci. Hah, kenapa ya?