Kamis, 29 September 2011

Mungkin

Kemarin saya mengalami dilema raksasa. Saya diberi dua pilihan oleh semesta:
A. Meraih mimpi, menghancurkan realitas
B. Menolak mimpi, menyelamatkan realitas

Salah satu teman saya menganjurkan pilihan B. Dia bilang, "Toh, kalau realitas ini usai, semua mimpi akan datang. Sabar."
Teman saya yang lain memilih A. Dia berkata, "Hajar. Masih ada kemungkinan kalau realitas akan selamat."

Oke. Di sini terjadi duel maut antara RISIKO vs AMAN. Dengan PROBABILITAS sebagai wasit. Lalu di ring sebelah, berlangsung pertandingan tinju antara RASIONALITAS vs KEYAKINAN. Dengan KESEMPATAN sebagai pialanya.

Setelah baku hantam dan pukul-memukul brutal, PROBABILITAS akhirnya mengangkat tangan RISIKO sebagai tanda juara.
Usai perkelahian berdarah, KEYAKINAN akhirnya membawa pulang Piala KESEMPATAN.

Saya tidak tahu pihak mana yang seharusnya memenangkan pertandingan. 'Seharusnya'? Memang 'seharusnya' benar-benar ada? Mystery is all we need, right? Right?
Akhirnya saya memilih untuk keluar dari zona aman dan menghadapi risiko itu. Mungkin saya akan mati, mungkin saya bertahan hidup. Mungkin. Kata yang magis.

'Mungkin' adalah Tuhan, cinta, harapan, mimpi, realitas, bahagia, gagal, ada, tiada, mati, hidup, segala, semua, seluruh.
'Mungkin' tidak puitis, tapi dia dramatis.
'Mungkin' adalah seni agung yang mewakili semesta.
'Mungkin' adalah benar dan salah.
'Mungkin' adalah semua kemungkinan.
'Mungkin' muncul sebelum realitas terjadi.
'Mungkin' mewadahi semua pertanyaan.

Apakah ada kata lain yang derajatnya lebih tinggi dari 'mungkin'?
'Pasti'?
Mungkin.