Jumat, 03 Juni 2011

Pecundang

Apa yang membedakan seorang pecundang yang bercermin dengan pecundang yang tertawa? Persamaannya adalah mereka berdua sama-sama pecundang yang menyadari mereka bukan pemenang. Perbedaannya?
Banyak yang bertanya kriteria apa yang dimiliki seseorang untuk menjadi pecundang. Mungkin Mario Teguh akan mengatakan: “Semua orang adalah pemenang, seandainya ada pecundang, dia adalah pecundang yang super!”. Tapi Beck punya pendapat lain: “I’m a loser, baby. So why don’t you kill me?”. Jadi sebenarnya pecundang itu suatu status yang nyata atau hanya persepsi orang ke-3? Ehm, jangan langsung hilang selera, ini bukan pelajaran filsafat yang akan mencari jawaban sampai akar terakhir. Ini hanya lanturan untuk direnungkan. Coba kita ikuti bersama-sama.
Terbilanglah Joni, pemuda sederhana Jakarta yang tidak tampak terlalu menarik secara fisik. Dia juga tidak begitu tertarik untuk bersosialisasi dan tidak memampang wajahnya di buku dunia maya atau berkicau seperti burung digital. Belum lagi alergi dengan mal, phobia keramaian, dan membenci orang populer. Dia tidak mengerti atau mengikuti tren di segala bidang yang terus berkembang setiap detik.
Suatu hari, temannya yang berusaha untuk menjadi orang lain mengajaknya menenggak alkohol di 2nd Floor, Kemang. Joni yang pemabuk dan pemadat jelas tertarik karena dia tidak mengetahui seperti apa tempat yang akan dituju. Sesampainya di sana, Joni langsung mabuk. Bukan karena terlalu banyak minum, tapi terlalu banyak orang. Joni bingung, tidak tahu harus berbuat apa, hasratnya pun langsung hilang seketika. Karena dia merasa canggung, dia tersandung dan terjatuh ke lantai. Dengan penampilannya yang paling berbeda dari yang lain, Joni menjadi pusat perhatian dari mata-mata yang menghakimi.
Apakah Joni pencundang? Ya, menurut pengunjung-pengunjung di situ dan teman-teman happening lainnya yang berhalangan hadir. Bagaimana menurut Joni sendiri?
Lain kasusnya dengan Jimi. Jimi adalah seorang pejuang cinta yang selalu gagal. Penolakan atau relationship yang tidak berakhir bahagia adalah teman baiknya. Di sisi lain, dia pun sudah lulus dari kuliahnya tapi masih belum bekerja karena belum diterima di mana-mana. Dia merasa seperti pecundang karena belum merasakan kemenangan yang berarti dalam hidupnya.
Apa yang membedakan pecundang yang bercermin dengan yang tertawa? Untuk menjawab pertanyaan ini, Anda harus mengikhlaskan hati terlebih dahulu. Bila anda sudah merasa seperti pecundang atau sadar orang di sekitar anda mengatakan anda seperti itu, jawaban misterius itu baru bisa terkuak.
Pecundang yang bercermin adalah seorang yang merasa sangat rendah di hadapan semua mahluk hidup. Dia terus melihat ke cermin untuk mengatakan pada dirinya “kamu pecundang! You suck!”. Proses ini pun bisa membuat orang menjadi putus asa dan depresi. Mungkin ini penyebab menjamurnya band jaman sekarang yang anggotanya memandang dengan sebelah mata karena terhalang rambut (baca: anak emo).
Sedangkan pecundang yang tertawa adalah pecundang yang terus-terusan menikmati statusnya tersebut. Dia tertawa terbahak-bahak menikmati hidupnya sambil tidak mempedulikan kata orang yang melontarkan kritik untuk mencari pasangan hidup atau pekerjaan atau sesuatu yang lebih berarti. Hey, tidak ada yang melarang untuk tertawa, tapi ada saatnya untuk mencari bahan tertawaan yang lebih baik.
Bagaimana dengan saya? Hmm, saya adalah pecundang yang tertawa ketika melihat diri saya di cermin. Hati saya mengatakan: “Hey kamu bocah katro non-atletis yang takut keramaian dan sulit berkomunikasi dengan wanita cantik, ayo kita bareng-bareng menyusun CV untuk mendapatkan pekerjaan!!”. Well, saya ingin maju berkembang dan berubah menjadi individu yang lebih baik, tapi saya tidak ingin mengorbankan identitas dan kepribadian yang saya banggakan walau mungkin menurut orang tidak menarik. Ya di kota Jakarta yang keras dan multi-perspektif ini, mau tidak mau saya juga ingin mengambil peran untuk melakukan sesuatu yang berguna.
Bagaimana dengan anda? Atau anda bukan pecundang? Hmm, sampai detik ini saya masih percaya kalau semua orang yang masih bernafas itu pecundang.