Jumat, 03 Juni 2011

[Saksi Fiksi] Pernikahan Sandi Wara

Blue Valentine (2010), the real portrait of marriage.

"Cara termudah untuk menghancurkan cinta adalah menikah. Ketika kebebasan Anda direnggut dengan formalitas status, Anda akan mati-matian untuk bertahan hidup. Anda akan menjadi palsu, penuh kemunafikan yang memaksa Anda menjadi seseorang yang tidak sejati. Saya harap kalian segera membatalkan pernikahan ini. Terima kasih". Hening. Semua mata tertuju pada pria bungkuk yang bergelagat aneh itu. Bahkan setelah berhasil membuat puluhan orang canggung, dia tidak tampak terganggu. Raut wajahnya datar seperti baru membacakan tata cara memasak mie instan. Ayah Wara pun berinisiatif menyelamatkan acara ini.
"Ehm... Oke, baiklah. Terima kasih atas..... Ehm... Ya... Maaf dengan bapak...".
"Sutri"
"Ya, Pa...Sutri. Ehm.."
Pak Sutri tersenyum kecil.
Acara lamaran Sandi Wara sebenarnya berjalan baik-baik saja sebelum Pak Sutri meminta ijin untuk memberikan wejangan. Tidak ada yang mengetahui asal muasalnya. Mungkin karena dihadiri lebih dari 100 orang, semua tamu menganggap dia adalah bagian dari keluarga besar itu. Ya tradisi menikah, beranak, dan bertukar kesombongan memang kuat di keluarga Sandi dan Wara. Bayangkan jumlah anggota keluarga yang terdaftar.
Pak Sutri mungkin berumur 50-an. Kepalanya mengalami kebotakan yang kurang elok, batiknya lusuh, dan berkacamata minus tebal. Sekilas dia terlihat seperti bapak-bapak standar yang akan banyak ditemukan di acara kondangan atau rapat RT. Tapi Pak Sutri memilki aura yang sangat kuat. Dia mampu mengundang perhatian 100 orang asing hanya dengan berdiri di tengah ruangan. Dan sore itu, Pak Sutri berhasil membuat seluruh tamu terbengong.
Setelah kecanggungan berlalu, Lamaran Sandi Wara dimulai. Sandi terlihat tampan. Wara tampak anggun. Keduanya masih sangat muda. Sandi mungkin 25 tahun, Wara 22 tahun. Masing-masing keluarga melaksanakan formalitas memohon 'perijinan'. "Sebuah klise yang menyedihkan", pikir Pak Sutri. Prosesi itu pun usai dan dilanjutkan dengan "silahkan menikmati hidangan". Di saat inilah Pak Sutri kehujanan sapa dari para tamu. Ada yang bersahabat, ada yang sedikit tidak sopan, ada yang penasaran, ada yang sekedar bertanya basa-basi yang basi. Ketika ditanya "Pak Sutri, Bapak ini dari keluarga Sandi atau Wara?". Pak Sutri hanya menjawab: "Saya kerabat lama. Lama sekali. Mungkin sudah dilupakan".
"Hmm, dari keluarga Sandi atau Wara?"
"Kita semua adalah keluarga"
"Orang gila..."
"Sandi atau Wara?"
*****

"Kamu kenal dengan orang itu?", tanya Wara pada Sandi di saat sesi makan.
"Tidak. Kamu?".
"Ngapain aku nanya kalau aku kenal", jawab Wara ketus.
Wara benar-benar penasaran dengan Pak Sutri. Dia terus memperhatikannya dari jauh. Pak Sutri selalu terlihat menyendiri. Wara terus menunggu saat yang tepat untuk berbicara 4 mata dengannya. Dia hanya ingin tahu siapa Pak Sutri sebenarnya. Mengapa dia begitu aneh? Dan kenapa dia tiba-tiba ada di sini?
Wara terus bertanya-tanya dalam hati hingga dia tidak sadar Pak Sutri berjalan perlahan menghampirinya. "Wara". Perempuan muda itu terkejut.
"YA?".
"Bisa bicara sebentar? Di tempat yang lebih sepi. Kalau memungkinkan, benar-benar SEPI"
"Ehm... Oke. Mari ikut saya."
Kecurigaan Wara tertutup rasa penasaran yang besar. Wara mengajaknya ke gudang di halaman belakang rumah. Tempat itu gelap, kotor dan benar-benar tidak terekspos dari keramaian. Wara pun memulai pembicaraan, "Sebelumnya, saya ingin bertanya, siapa Anda?"
"Saya adalah masa depan kalian"
Wara mengernyitkan dahi. Entah apa maksud Pak Sutri.
"Wara, lebih baik kamu batalkan pernikahan ini. Selamatkan dirimu, dan jangan hancurkan masa depan Sandi"
"HAH? Apa maksud kamu?? Siapa kamu?? Apa maksud kamu datang ke sini?? Kamu ingin menggagalkan pernikahan ini??". Wara sangat kaget dan marah. Terdengar dari perubahan diksi yang digunakan, dari 'Anda' menjadi 'kamu'.
"Ya, saya ingin kamu menghentikan pernikahan ini. Demi kebaikanmu dan Sandi. Selamatkan dirimu. Kamu adalah orang yang bebas, Wara. Kamu tidak harus mengikuti tradisi keluargamu dan melacur untuk menjadi istri seseorang. Tidak. Saya tahu, bukan ini yang kamu inginkan"
"OH! Saya tahu siapa kamu. Kamu adalah orang kiriman Sandra bukan?! Ayah Sandra tidak ingin Sandi menikah selain dengan anaknya agar dia bisa merebut kuasa perusahaan ayah Sandi!! HAH?? Lebih kamu sekarang pulang dan katakan pada bosmu itu kalau Sandi tidak akan menikah dengan anak PE-CUN-DANG!!"
Pak Sutri hanya berdiam mendengarkan Wara berbicara. Ekspresinya tidak berubah. Tetap dingin dan suram. Dirasa cukup, Pak Sutri kembali angkat bicara.
"Wara. Saya hadir di sini untuk kalian, bukan siapa-siapa". Pak Sutri mengeluarkan rokok kretek dari kantong dan membakarnya. Matanya mulai menerawang. "Pernikahan adalah sandiwara. Sebuah pentas tragedi di mana tidak ada akhir yang bahagia"
Wara mengejek. "WAH, orang bayaran seperti kamu ternyata dramatis juga. Cukup! Saya akan laporkan polisi tentang hal ini. Sandra dan ayahnya akan mendapat konsekuensinya!". Kini intonasi Pak Sutri naik 3 oktaf, "WARA. BATALKAN PERNIKAHAN INI, ATAU SAYA AKAN HENTIKAN".
Wara membalas dengan santai. "Maaf, saya tidak terintimidasi. Saya akan memperjuangkan pernikahan ini apa pun yang terjadi. SAYA MENCINTAI SANDI".
Pak Sutri terdiam. Hening selama 5 detik. Raut wajahnya kali ini berubah. Kelemahannya mulai terlihat kasah mata.
Wara kembali berbicara ketus. "DENGAR KAMU?! Sekarang saya akan kembali dan...". Kalimat itu terpotong. Secepat kilat Pak Sutri mengeluarkan pisau komando dari kantongnya. Wara tertegun. Sebelum mampu berbuat apa-apa, Pak Sutri dengan sigap langsung menghujamkan pisau itu ke perut Wara. Perempuan itu mengerang kesakitan. Darah bercucuran. Pak Sutri mencabut pisau dari perutnya lalu kembali menghujamkannya ke titik yang berbeda. Mencabut. Lalu menghujamkan kembali. Terus-terusan. Pak Sutri hilang kendali. Dia membabi buta hingga Wara tersungkur. Pak Sutri kembali melancarkan serangan mematikan. Memukul-mukul wajah Wara, menghujam-hujamkan pisau. Pak Sutri mulai menangis. Seketika Wara sudah tidak bernyawa. Tubuhnya bermandikan darah. Pak Sutri terus menangis. Dia mulai histeris.
Di tengah tangisnya, Pak Sutri menyadari sesuatu. Dia tidak hanya berdua di gudang itu. Seseorang sepertinya baru datang. Segera dia tengok ke arah pintu. Sesosok pria berteriak saat melihat pemandangan mengenaskan di depannya.
"WARAAA!!!!"
Sandi.
*****
Pak Sutri berjalan tergesa-tergesa melewati kerumunan di ruang utama rumah Wara. Wajahnya terlihat cemas. Beberapa kali dia tidak sengaja menabrak tamu di sekitarnya. Dia berusaha keluar. Mencari pintu. Di tengah-tengah perjalanan, dia mendengar seseorang bertanya pada seseorang lainnya, "ada yang melihat Sandi Wara?".
Dia terus mempercepat pergerakan kakinya. Hingga akhirnya dia berada 3 meter menuju pintu keluar. Salah satu tamu yang tadi menghampirinya saat sesi makan-makan menyadari Pak Sutri sedang bergegas ingin pergi. Dia pun menyapa dengan ramah dan polos. "Sudah ingin pulang Pak Sutri?"
Pak Sutri menengok sedikit ke arahnya. "Iya".
"Baiklah, sampai bertemu di pernikahan ya!"
"Saya tidak datang"
Si tamu bingung. "Kenapa?"
Sambil terus berjalan keluar tanpa menoleh sedikit pun, Pak Sutri menjawab, "ini cuma pernikahan Sandi Wara".
*****
Waktu menunjukkan pukul 3 pagi. Di sebuah kamar rumah mewah, seorang pria tidak bisa tidur. Dia hanya terbaring di atas spring bed-nya sambil memperhatikan langit-langit. Sandi. Rambutnya penuh uban, kulitnya keriput, perutnya membucit. Sandi yang terlihat berumur 50-an tahun itu menghelas napas. Dia menengok ke sebelahnya. Wara. Tidak lagi cantik. Kulitnya keriput, rambutnya mengalami kerontokan. Wara tua terlihat tidur pulas sambil mendengkur dengan sangat keras.
Sandi pun beranjak dari kasurnya. Berdiri sebentar. Terlihat bingung. Lalu ke kamar mandi untuk membasuh mukanya. Setelah merasa lebih segar, dia berjalan ke ruang kerjanya dan menyalakan komputer. Air mukanya sedih. Mendeskripsikan depresi permanen. Dia meletakkan badannya di kursi depan layar dan mulai menggerakan mouse. Sandi membuka sebuah file yang berisi tulisan panjang. Terlihat judulnya, "Pernikahan Sandi Wara". Pria itu kembali menghela napas panjang. Dengan berat hati dia menuliskan sesuatu di bagian paling bawah tulisan tersebut, "NB: Saya harap Pak Sutri benar-benar hadir di pernikahan saya".




01:26 WIB
Bandung, 24 Maret 2011
Untuk semua pasangan yang bahagia dan tidak.