Jumat, 03 Juni 2011

[Saksi Fiksi] Saya Tampar Kamu!


Anna adalah seorang tukang tampar. Dia senang sekali menampar. Menampar adalah hobinya. Lebih baik dia tidak makan berhari-hari daripada tidak menampar dalam 24 jam. Dalam urusan tampar-menampar, Anna tidak peduli jenis kelamin, umur, atau jabatan. Pokoknya dia harus menampar hingga tangannya merah dan perih. Siapa pun yang tidak disukai, atau melakukan hal yang tidak disukai, atau melontarkan perkataan yang tidak disukai pasti pernah merasakan hangat pedasnya tamparan Anna. Dia pernah menampar ayah, bos, pacar, mantan pacar, penumpang di bus, polantas, dan teman-temannya yang tidak terhitung lagi jumlahnya. Semua sudah ditampar dengan kebahagiaan absolut yang diwakili dengan senyumnya yang khas.
Tapi dia bukan orang gila atau pasien depresif, dia memiliki alasan kuat untuk menampar. Dia adalah aktivis! Namanya juga aktivis, ya harus aktif dong. Anna adalah aktivis yang  -secara harfiah- menggunakan tangannya untuk memperjuangkan misi yang tidak impossible: kesetaraan gender. Manusia betina adalah perempuan, bukan wanita atau cewek.

“Anna…aku diputusin cowo aku…”. Teman Anna bercerita dengan 1 liter air mata dalam nada terbata-bata.
“Gitu aja nangis! GUE TAMPAR LO!”.
PLAK!
Tamparan itu menghentikan tangis.

“Papa mau nikah lagi, mau poligami”. Ayahnya melapor dengan nada penuh keyakinan karena merasa dikawal Tuhan.
“Kata siapa mama rela? AKU TAMPAR PAPA!”.
PLAK!
Tamparan durhaka itu menghentikan pernikahan kedua.

“Minta promosi? Pakai baju seksi dong. Hahaha”. Bos gendut mata buaya melakukan pelecehan  sambil memelintir 3 helai kumisnya.
“Otak saya kelihatan ya kalau pakai baju seksi? SAYA TAMPAR KAMU!”.
PLAK!
Tamparan rebel itu menghentikannya dari pekerjaan yang tidak dia suka.

Dengan tangan berpengalaman, kepercayaan diri Anna sudah melampaui batas. Dia tidak takut dengan siapa pun. Dia ingin menampar untuk melakukan perubahan. Apabila Tuhan berbentuk fisik, Anna pun tak gentar untuk menampar-Nya.
Suatu hari Anna berjalan santai untuk menikmati suasana magis sore di taman kota bersama pacarnya. Pria yang jauh lebih tua itu memulai pembicaraan,

“Sepertinya hubungan kita harus berakhir”.

“Ha? Kenapa begitu?”.

Si buncit berambut tipis itu menjawab perlahan, “Is...istriku ingin membunuhmu”.

Anna kaget, matanya membelalak, wajahnya tidak karuan. Aktivis itu tampak syok. Dengan penuh amarah Anna membalas, “Istrimu?! Selama ini… Kamu… SAYA TAMPAR ISTRI KAMU!!!!”.

PLAK!


01:01 WIB
Jakarta, 8 September 2010