Jumat, 03 Juni 2011

[Saksi Fiksi] Sepasang Bola Mata


Pernahkah kamu merasa seperti dibuntuti? Setiap langkahmu diperhatikan dengan seksama. Dari kegelapan di belakang sana, si penguntit kurang waras itu mencoba membaca pikiranmu. Pernah merasa seperti itu? Percayalah, rasanya sangat tidak enak. Kota ini memang sarang kriminal. Dari yang berdasi dan duduk di singgasana, hingga yang bermodalkan pisau dapur untuk mencari makan. Semua yang hidup di sini adalah karakter antagonis. Kasus pembunuhan seakan memiliki takdir untuk menjadi misteri permanen. Aku muak. Ingin rasanya keluar kota dan memulai hidup baru. Aku dan istriku. Ya kami pengantin muda. Bila bukan karena dia, aku tidak sudi lagi tinggal di kota terkutuk. Dan kamu harus mengerti betapa busuknya tempat ini. Kamu harus tahu apa yang aku alami malam itu. Tepatnya pukul 11.
Seperti biasa, aku berjalan menyusuri gang kecil menuju rumah. Malam itu agak gerimis. Beberapa rumah sekitar pun mati lampu. Gang itu sepi dan gelap, sama seperti hari-hari biasa. Aku berjalan hati-hati karena hampir tidak terlihat apa-apa. Ditambah dengan becek di mana-mana. Sempurna.
Setelah beberapa meter berjalan sendiri, aku mulai merasa aneh. Langkahku seperti memiliki gema. Hmm, sepertinya ada orang di belakang. Dia mungkin 3 meter sebelumku. Ritme langkahnya sama. Dia bergerak sunyi seperti takut mengeluarkan bunyi. Mencurigakan.
Rasa penasaran mengalahkan takutku. Dengan akting kelas Oscar, aku berlagak pegal dan memutar pinggangku ke kiri dan kanan hingga orang itu terpantau. Rambutnya keriting panjang. Merokok. Sepertinya menggunakan jaket kulit. Sayang, wajahnya kurang jelas. Sangat mencurigakan. Apa motifnya? Merampok? Atau hanya ingin tahu kediamanku? DASAR PSIKOPAT! Aku yakin, dia pasti penguntit. Walau begitu, aku belum berani bertindak. Saatnya belum tepat!
Dia tidak tahu kalau sebenarnya aku sudah menyadari rencana kejinya. Aku akan tunggu dia sampai menyergap tubuhku dari belakang. Lalu dengan sigap aku akan menyikut selangkangannya, kemudian berlari kencang sambil berteriak minta tolong. Yap, strategi ini sempurna!
Ayo, psikopat, bunuh aku! Tunggu apa lagi?! Ayo! Aku menantangmu! Huh, mungkin dia menunggu belokan agar bisa lebih mudah menyergapku dari samping dan membenturkan kepalaku ke tembok. Hey, AKU SUDAH TAHU MAKSUDMU! Bila memang begitu, aku akan bertindak duluan! Ketika belokan tiba, aku akan bersembunyi di balik kegelapan dan bersiap untuk menjegalnya. Dia pasti akan kaget, rencananya buyar, dan dia tidak tahu harus berbuat apa!
Belokan itu sudah terlihat. 10 detik lagi. Aku mendengar penguntit itu mempercepat langkahnya. Aku pun sedikit bergegas. Aku tidak mau dia mendahului. Cepat! Cepat! Huff, aku berhasil bersembunyi. Aku akan menarik napas selama beberapa detik dan bersiap-siap sebelum dia melewati jalan ini dan.... DIA TAMPAK! Dalam sepersekian detik, aku menjatuhkannya! Psikopat itu tersungkur! Dia tampak terkejut. Sebelum dia berteriak, aku langsung menyerangnya bertubi-tubi. Menendang kepalanya, memukul-mukul perutnya. Dengan sigap, aku mengambil batang kayu yang tergeletak di samping, dan.... Dia pingsan. Kepalanya bocor, berdarah di mana-mana. Batang kayu itu sedikit berlumuran cairan merah. Rasakan itu! Psikopat! Jangan pernah menguntit orang! Aku melihat wajahmu sekarang! Siapa yang akan mati sekarang?!
Sebelum ada orang yang melintas, aku mempercepat proses pekerjaanku. Perlahan, aku mengeluarkan sebilah pisau dari tas dan mulai mencongkel matanya satu per satu. Aku hujamkan dengan keras, dan kukeluarkan biji matanya dengan lembut. Yang kanan, lalu yang kiri. Setelah mengambil matanya, aku mencabut nyawanya. Aku gorok lehernya hingga darah segar bertebaran ke mana-mana. Seperti membuka buah kaleng. Aku sedikit tertawa.
Setelah dia mati, aku langsung mengambil kaleng kaca kosong dari tasku. Tanpa rasa jijik, aku meletakkan kedua mata itu ke dalam kaleng. Membereskan perkakas, dan buru-buru melangkah pergi. Tujuanku hanya pulang. Aku lelah. Aku syok dengan kejadian ini. Mayat psikopat itu tergeletak begitu saja. Aku tidak peduli. Aku benci psikopat. Aku benci orang-orang yang membuat kota ini semakin busuk.

*****

Sesampainya di rumah, aku langsung memasuki kamarku. Aku capek. Rasanya ingin tidur sampai tahun depan. Tapi aku tolak egoku. Aku mencuci muka terlebih dahulu, membersihkan darah haram bajingan itu. Mengganti baju yang basah karena gerimis dan keringat. Mencuci tangan yang ternoda. Membilas pisau. Lalu mengeluarkan kaleng kaca berisi kedua buah mata. Aku menatapnya dengan seksama. Penasaran dengan apa yang dipikirkannya. Apa yang ingin dia lakukan terhadapku. Dasar psikopat! Penguntit! Matamu tidak pantas untuk melihat!
Puas rasanya. Hmm, lebih baik mata ini aku simpan sebagai cinderamata. Aku pun meletakannya di dalam lemari es. Biar dia awet dan senang bertemu teman-temannya. Teman-temannya? Ya. Di kulkas itu tersimpan 28 kaleng berisi sepasang bola mata psikopat. Dia adalah anggota baru. Selamat datang! Terima kasih telah menambah koleksi saya menjadi 29.

*****

Kamu mengerti sekarang? Betapa menjijikkannya kota ini. Isinya hanya kriminal. Tunggu dulu. Tapi, kamu tidak menuduh aku gila kan? Kamu sudah tidak waras kalau menganggap aku gila. Kamu harus mendengar penjelasanku!
Kaleng-kaleng itu berisi bola mata psikopat! Orang-orang gila yang haus darah dan lapar akan wajah manusia tersiksa! Bola mata yang melihat istriku dari kegelapan. Bola mata yang mempelajari gerak-gerik istriku. Bola mata yang menguntit istriku hingga membunuhnya dengan sadis! Mereka perampok! Harta dan nyawa!
Apa salah istriku?! Dasar psikopat! Yang lebih tragis lagi, mereka lolos. LO-LOS! Tidak ada yang peduli. Polisi-polisi itu terlalu kenyang mengkonsumsi uang dan kekuasaan haram! Apa yang harus kuperbuat? Menangis seperti bayi unta sambil berharap suatu hari ada pahlawan super yang membantuku menemukan pembunuhnya? Tidak. Satu tahun lamanya istriku mati sia-sia. Tidak ada yang peduli. Hanya aku. Dan sekarang aku akan pergi lagi. Waktu masih menunjukkan pukul 1 dini hari. Masih banyak kesempatan untuk mencari sepasang bola mata psikopat! Aku bukan orang yang menunggu dan menemukan, aku adalah sang PENCARI! Aku akan berjalan keliling, memburu penguntit yang beraksi. Sebelum pagi menjelang, aku akan terus mencari sepasang bola mata.
Kamu mengerti sekarang? Aku benci psikopat.


19:50 WIB
Bandung, 17/5/2011