Jumat, 03 Juni 2011

[Saksi Fiksi] Profesor Itu Mendadak Goblok!

Profesor Jeni Uskali seperti kehilangan intelektualitasnya 2 minggu belakangan ini. Dia tidak tahu lagi apa itu ilmu, sains, ataupun logika. Rambutnya mulai keriting karena stres, badannya pun mengeluarkan bau tidak sedap karena jarang berhubungan intim dengan air dan sabun. Dan yang lebih parah lagi, dia tidak sadar kalau dia mendadak goblok! Bahkan dia tidak mengakui kegoblokannya ini. Suaminya, Mahir Berdendang, bilang dia stres dengan penemuannya sendiri. Anaknya bahkan menyewa psikolog ternama untuk membantunya. Berbagai ahli psikologi, dokter kejiwaan, bahkan pendeta setempat ikut menolong keluarga Profesor Jeni. Nihil. Walaupun banyak teori yang muncul, tapi tidak ada yang mengerti kenapa profesor cantik itu kehilangan akalnya. Kasus ini pun menjadi bahan baku tumis gosip yang menggugah selera. Awalnya, hanya ibu-ibu tetangga yang bergunjing. Kemudian masing-masing ibu membicarakan dengan suaminya, suaminya memberitakan ke teman kantor, teman kantornya membahas lewat jejaring sosial, .... Ya, kemudian semua orang tahu. Wartawan mulai berdatangan ke rumah Profesor Jeni dan bertanya, "Profesor Jeni Uskali, apakah benar profesor mendadak goblok?".

*****
Fenomena ini berawal 3 bulan lalu ketika Profesor Jeni memutuskan untuk menemukan teori tentang terbentuknya alam semesta. Dia tidak percaya teori Big Bang dan juga meragukan Ketuhanannya. Setelah berbagai macam riset dan eksperimen, dia tidak pernah keluar dari lab bawah tanahnya. Beberapa kali suaminya berkunjung ke bawah, Profesor Jeni selalu terlihat melamun. Berpikir keras. Dan kadang-kadang menceritakan tentang misinya kepada Mahir.
"Kamu itu kan ilmuwan. Kenapa tiba-tiba tidak percaya dengan ilmu?". Sambil tetap melamun, Profesor Jeni balik bertanya, "Kamu itu kan musisi, kenapa lebih percaya dengan telinga pendengar daripada keahlian kamu?". Mahir terdiam. Kemudian melanjutkan dengan intonasi menurun. "Ini hal yang berbeda. Lagipula bila kamu tidak percaya sains dan tuhan, apa lagi yang bisa kamu percaya?". "Aku meragukan tuhan, bukan tidak percaya", pungkasnya dingin sambil terus berbicara.
"Ada yang lebih besar dari manusia, tapi tidak sebesar apa yang disebut-sebut sebagai 'Tuhan'".
"Lalu, kamu mau menemukannya lewat pemikiran seorang manusia juga?"
"Paling tidak, hanya aku yang menyadari ini semua"
"Hahaha. Jadi kamu yang paling benar dari semua orang?"
"Tidak ada kebenaran mutlak, yang ada hanyalah keyakinan besar"
Mahir langsung tertegun. Cukup lama. Dengan susah payah, dia mengeluarkan kalimat, "makan malam sudah siap".

*****
Beberapa minggu setelah Profesor Jeni mendadak goblok, wartawan mulai bosan dengan kasus ini. Tetangga-tetangganya pun mengganti bahan pergunjingan. Suaminya sudah lelah dan anaknya semakin tidak peduli. Hampir tidak ada lagi orang yang memperhatikan fenomena Profesor Jeni. Sampai suatu hari, pintu rumahnya diketuk tiga kali.
Tergopoh-gopoh, Mahir menuju pintu untuk memastikan siapa yang datang di pukul 10 malam tanpa membuat janji terlebih dahulu. "Ya, ada yang bisa saya bantu?". Mahir menatap dua pria misterius itu dengan keheranan. Mereka pun tidak langsung menjawab. Tamu-tamu ini terlihat aneh. Yang satu menggunakan jaket kulit, celana bahan, dan kacamata hitam seperti layaknya detektif di film-film Hollywood 90-an. Badannya pun tinggi tegap berotot. Sedangkan temannya yang pendek dan kurus seperti baru hilang di gunung. Pakaiannya lusuh, celana pendeknya sobek, dan wajahnya menggambarkan kalau dia belum tidur dalam beberapa hari. Akhirnya si detektif jejadian angkat bicara, "Apakah benar ini rumah Profesor Jeni Uskali?". Suaranya benar-benar tidak menggambarkan penampilannya. Cempreng sekali. Seperti Chihuahua berbadan Rambo.
"Ya, betul. Ada keperluan apa?"
"Anda pasti Mahir Berdendang?"
"Ya. Maaf ada keperluan apa?"
Detektif Rambo dan si orang gunung malah tertawa terbahak-bahak.
"Hmm... maaf saya tidak mengerti. Anda berdua ada keperluan apa? Kalau tidak ada, saya akan...".
"PAK MAHIR, APAKAH ISTRI ANDA ADA?". Si orang gunung langsung memotong pertanyaannya dengan nada yang kurang bersahabat. Mahir pun terkejut. "A..a..ada. Mau saya panggilkan?". Mereka berdua malah menatap satu sama lain, saling memberikan ekspresi 'menurut-lo-gimana?'. Detektif cempreng akhirnya kembali menjawab, "Tidak usah, biar kami masuk saja. Dia di lab bawah tanahnya bukan?". Mahir kali ini benar-benar bingung. Siapa mereka? Kenapa mereka aneh dan mencurigakan? Bagaimana mereka tahu istrinya sedang di lab? Dan bagaimana mereka tahu labnya ada di bawah tanah?
"Hmm... baiklah, silahkan masuk".
Sesaat keduanya langsung masuk ke rumah dan tanpa basa-basi, mereka berjalan lebih dalam. "Mari saya tunjukkan tempatnya".
"Tidak perlu". Mereka berdua tetap berjalan seperti sudah hafal isi rumahnya.
Mahir terbengong-bengong. Dia benar-benar tidak mengerti situasi ini. Dia sungguh tidak tahu harus berbuat apa.

*****
"Profesor Jeni".
Profesor Jeni kaget. Lalu terbahak-bahak karena melihat sumber suara cempreng itu. "Ya, kalian siapa? Ada yang bisa saya bantu?". Detektif Rambo menjawab dengan tegas sambil memamerkan kartu pengenal. "Saya dari P.E.R.F.E.K., Pembela Realita, Fakta, dan Etika". Orang gunung pun tak mau kalah, "Saya mitranya dari TIADA".
"Tiada?".
"Tuhan Itu Ada".
Ekspresi Profesor Jeni menandakan dia baru pertama kalinya mendengar kedua organisasi itu. "Lalu... Apa urusan kalian dengan saya".
"Kami mendengar dan membaca berita tentang misi Anda". Kali ini si orang gunung yang angkat bicara. "Profesor Jeni, saya mewakili TIADA untuk meniadakan kelanjutan misi Anda karena dianggap berbahaya bagi diri Anda dan masyarakat. Saya di sini.... untuk menyelamatkan Anda".
"Menyelamatkan saya??". Sinis. "Maaf, saya tidak sedang dalam bahaya atau pun menimbulkan bahaya. Dan saya tidak butuh DISELAMATKAN oleh siapa pun. Jadi, terima kasih dan silahkan keluar dari rumah saya."
"TIADA mungkin ingin menyelamatkan Anda". Detektif Rambo menyambar. "Tapi saya ditugaskan untuk menangkap Anda atas tuduhan 'penyelenggaraan aktivitas pengaburan realita dan pembunuhan fakta', semua itu melanggar etika".
Tiba-tiba semua menjadi gelap.

*****
"Selamat malam!! Kembali lagi bersama saya, Wawan Caraka dalam Cara Wawan!!". Pembawa acara itu sangat menjengkelkan. Suaranya melengking, gesturnya menggelikan, dan rambutnya warna warni. Tidak seperti biasa, pukul 8 malam hari Jum'at, Cara Wawan dinantikan pemirsa RealiTV. Mungkin orang mendadak tertarik karena Wawan Caraka akan melakukan wawancara dengan Profesor Jeni yang sempat menjadi trending topic lalu menghilang, kemudian muncul lagi.
"Para pemirsa pasti sudah tidak asing lagi dengan tamu saya. Dia adalah profesor. Profesor itu biasanya pintar, tapi yang ini... kok MENDADAK GOBLOK???". Lelucon tidak bermutu itu disambut tawa palsu penonton di studio.
"Tapi pemirsa, setelah profesor ini mendadak goblok, sekarang dia kembali lagi dengan intelektualitasnya yang tidak meragukan. Ya, sambutlah PROFESOR JENI USKALI!!!".
Tepuk tangan meriah. Teriakan-teriakan bersemangat. Wajah-wajah penasaran.
"Malam, Prof".
"Malam".
Profesor Jeni terlihat sangat berbeda malam itu. Dia sehat, tertata, rapi, dan tidak terlihat seperti Profesor Jeni beberapa waktu yang lalu.
"Profesor Jeni, apa yang terjadi? Bagaimana Anda berhasil mendapatkan akal Anda kembali??"
"Ya, waktu itu saya khilaf. Tapi sekarang saya sudah kembali. Saya... sudah tobat".
"Wow, wow, wow. TOBAT?? TUKANG OBAT?? HAHAHA".
Tidak ada yang tertawa.
"Lalu prof, rencana ke depan apa ni? Balik lagi ke lab? Kabur ke Meksiko? Atau jadi capres?". Wawan masih melanjutkan dengan guyonan anehnya.
"Saya sudah menemukan jalan hidup saya. Saya ingin pensiun. Saya ingin berhenti dari semuanya dan menjadi ibu rumah tangga penuh pengabdian."
"Oooohhh...oke oke. Ah Profesor ini mengingatkan pada ibu saya!"
"Oh.. Apakah dia ibu rumah tangga yang baik?"
"Bukan, dia... ibu rumah... TETANGGA"
Apakah itu lelucon? Tidak ada yang tahu.
"Oke prof, saya dengar gosip ni. Tidak ada yang tahu Profesor Jeni pergi ke mana selama 2 hari. Malam itu, Profesor menghilang begitu saja. Lalu kembali menjadi orang yang 360 derajat berbeda". Maksudnya 180 derajat. "Apa yang sebenarnya terjadi, prof??"
Profesor Jeni bingung. Dia seperti benar-benar lupa apa yang terjadi, ke mana dia pergi.
"Saya... Hanya mencari udara segar. Saya kabur untuk sementara. Karena saya penat". Profesor Jeni langsung mengalihkan pembicaraan. "Ya, yang penting sekarang saya di sini. 100% sadar. Saya pernah ada, menghilang, dan sekarang saya muncul dalam versi yang lebih baik lagi. Sekarang saya yakin, kebenaran itu hanya satu. Kepastian itu ada. Dan saya salah selama ini... "
Wawancara itu terus berlanjut.

*****
Di tempat lain, seseorang sedang menonton Cara Wawan di televisi. Tempat ini misterius. Sama sekali tidak ada yang mengetahui. Sosoknya pun aneh. Tidak ada yang mengenal siapa dia. Identitas yang benar-benar absurd. Manusia tanpa kepastian ini hanya duduk dengan santai menikmati wawancara Profesor Jeni. Dia merokok sambil mendengarkan dengan seksama.
"...sekarang saya yakin, kebenaran itu hanya satu. Kepastian itu ada. Dan saya salah selama ini..."
Mendengar pernyataan itu, dia hanya membuang napas. Sambil menggelengkan kepala, dia berkata, "Profesor itu benar-benar mendadak goblok".


13:49
Bandung, 13 Februari 2011